Rabu, 19 Januari 2011

"Uang Uang Uang"

"Sejenis alat tukar...."
"Buat beli beras lah..."
"Bikin lo hepi coy!!! ahahaha"
"Benda sakti buat nyumbat mulut aparat.."
"Penjajahan negara berkembangan di jaman post modern"
"Propaganda iluminati untuk menguasai dunia"
"Uang adalah hukum.."
"Uang ya.... Uang..."


Pintar pangkal kaya?
Bukannya pintar pangkal bahagia?
Apakah ketika kita kaya kita akan tetap bahagia?
Samakah antara kaya dan bahagia?


Sepulang saya dari daerah sudirman di Jakarta, saya naik bis pulang arah Cimone. Ada seorang anak kecil, kusam, dekil, aromanya yang galau dan sedih bercampur menjadi satu. Dari wajahnya yang membentuk busur kekecewaan yang sangat saya bisa terawang masalahnya. Masalah yang tak akan kunjung usai sampai ia dewasa kelak atau bahkan akan merambat ke generasi di bawahnya yang disebut "Keturunan Miskin".

Dia menyanyi dengan nada sumbang bukan karena hormon pubernya yang mempengaruhi perkembangan pita suara, tapi karena hormon lain yang memenuhi ruang hatinya, yaitu keterpaksaan. 1 lagu yang cukup menjengkelkan, dan dilanjut lagu berikutnya yang tidak kalah menyebalkan. Lagu melayu yang memiliki nada desperate layaknya blues dan penuh dengan lirik kekecewaan akan manusia.

Salahkah saya tidak memberinya sepersen pun uang karena alasan dia bernyanyi dengan tidak serius?

Dan yang terjadi adalah satu bis beroda 4 ini tidak ada satupun yang tersentuh oleh suara fales anak ini. Dia lari kebelakang bis, membanting recehannya, memukul-mukul kursi penumpang dengan gitar mini yang sumbang. Saya menyesal sekaligus dilema, salahkah saya?

Rasa sesal itu lalu membawa saya menerawang lagi masa depan anak manusia ini. Apakah dimasa depan dia tetap memukul kursi penumpang? atau malah langsung memukul penumpangnya?

Dia masih kecil, dia tidak perlu langsung dikenalkan tentang bagaimana sulitnya mendapatkan uang, dia perlu sekolah, dia perlu teman, dia perlu keluarga, dia perlu masa kecil yang bahagia, dan dia perlu harapan untuk ke depan....

Dari kecil ia tidak dikenalkan harapan dan doa... atau bahkan kebahagiaan....

Kemanakah orang tua mereka?

Kemanakah tanggung jawab mereka?


Sebegitu pentingnyakah  uang daripada kebahagiaan keluarga di mata mereka?

Jujur saja, saya benci uang...
Entah apapun kalian sebutkan...
PENTING? ya memang penting...
karena sudah mendarah daging di dalam sistem masyarakat kita...
Terjadinya kelas-kelas masyarakat, konflik yang selesai dengan tidak adil, manusia seperti memilki parameter baru untuk masuk surga, yaitu punya uang yang banyak....
Tapi apakah segalanya bagi kalian?
Setiap uang yang anda dapatkan adalah penghargaan kepada anda secara tertulis dan terkadang tidaklah ikhlas...
Tetapi rasa terima kasih dan kebahagiaan yang dialami orang lain dengan tulus adalah suatu penghargaan yang tidak ternilai oleh parameter apapun...
Saya lebih gila pujian daripada uang...
Saya lebih gila cinta kasih daripada cinta egois...

Uang itu dibutuhkan secara formal...
Tapi kebahagiaan lebih dibutuhkan secara tersirat...
Mari mencari kebahagiaan....
Ahahahaha