Rabu, 18 Agustus 2010

" They've became maudlin and forget what hard work was for..."



Sinetron...
Membuat para ibu-ibu menahan kebelet pipisnya untuk bisa melihat ending ceritanya...
ada apakah dibalik itu semua?

Alur cerita datar, lusinan session, tabrakan mobil dan insomnia (eh.. salah, maksudnya amnesia), extreme angle (sampe jerawat artisnya keliahatan), sampai mereka lupa akan moral value dalam naskah. Mungkin ini terlalu terlambat untuk dibahas, tapi kata orang tua gw "gak ada kata terlambat untuk belajar nyetir, nanti kalo kamu beli mobil sendiri aja". Mungkin uneg-uneg gw ini bisa jadi masukan buat nusa dan bangsa kelak.

Hal pertama yang paling diperhatikan pasti, inti permasalahan dari cerita. Dari judul kalian pasti langsung tau kalo itu cuma cerita satu orang tokoh utama yang malah cenderung nyeritain kehidupan sehari-harinya sengsara dan akhirnya berujung kawin sama orang kaya, atau bahkan ternyata dia aslinya punya warisan 7 turunan ga abis-abis. Tidak ada point penting atau emphasisnya. Makan gaji buta juga penulis naskahnya. Mereka ga punya kosep apa-apa, atau malah bisa dibilang mereka tidak berbakat sama sekali.

Jika kalian sering ke Gramedia, bisa kalian liat banyak novel karya bangsa yang brilian dan bahkan sangat berpotensi untuk dibuatkan filmnya daripada program banci kaleng di TV. Bukti ini menunjukkan bahwa sebenarnya penulis cerita atau naskah di negara yang ga jelas ini sangatlah berbakat. Mereka muda, mereka sangat berbahaya, gw sering menyebutnya "Dangerous Youth". Kenapa mereka tidak diberikan peluang? menurut saya, sinetron di TV tua kalian itu sudah dimonopoli oleh keluarga India (biasanya kreditnya penuh dengan nama marga yang sama)  dan yang beberapa hanya takut kehilangan peluangnya di makan oleh anak muda yang jauh dibawah umurnya.

“If you tell a lie big enough and keep repeating it, people will eventually come to believe it. The lie can be maintained only for such time as the State can shield the people from the political, economic and/or military consequences of the lie. It thus becomes vitally important for the State to use all of its powers to repress dissent, for the truth is the mortal enemy of the lie, and thus by extension, the truth is the greatest enemy of the State.”- Joseph Goebbels

Berikut adalah quote dari seorang "Mario Teguh"nya hitler di masa perang ga penting ke 2. Seorang pencetus propaganda yang banyak dimplementasikan oleh banyak orang sekarang ini. Yang kita ambil dari kata-katanya adalah "sesuatu yang direpetisi terus menerus akan mendarah daging". Adakah hubungannya dengan sinema jelektronik di negara kita? Semakin sering disetel dan disiarkan dalam TV setiap harinya, maka masyarakat akan dihipnotis seperti yang dilakukan Romy Rafael, untuk selalu termotivasi dari apa yang telah mereka tonton.

Akibat dari "money talks" ini sangat berdampak pada masyarakat, yang akhirnya mereka hanya having fun, tanpa kerja keras, dan percaya hidup mereka sama seperti sinetron, suatu saat akan datang peluang bahwa orang kaya akan jatuh cinta dan membawanya kawin lari dengan pengalaman cinta yang luar biasa. Manja dan semakin tidak berpendidikan.

Semoga perfilman Indonesia bisa mengatasi permasalahan ini dengan baik...
Mari Mellow Bersama....
Ahahahaha...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar